Lahir sebagai KNIP, DPR RI yang kini tengah menginjak usianya yang ke-80, ternyata pernah dibubarkan Sukarno dan nyaris dilenyapkan Gus Dur. Bagaimana kisah dramatis di balik sejarah 8 dekade DPR?
SEJARAH, ESTORIA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi salah satu pilar penting dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Namun, perjalanan panjang lembaga legislatif ini tak selalu mulus.
Dalam sejarahnya, DPR bahkan pernah dibubarkan oleh Presiden pertama Indonesia, Sukarno, dan hampir dibubarkan oleh Presiden ke-4, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Sebagaimana diketahui, legislatif adalah salah satu komponen utama dalam sistem Trias Politica, yakni pembagian kekuasaan menjadi tiga cabang pemerintahan untuk mencegah terpusatnya kekuasaan pada satu pihak.
Di Indonesia, fungsi legislatif dijalankan oleh DPR yang memiliki tiga peran utama: budgeting (anggaran), pengawasan, dan legislasi.
Tepat pada Jumat, 29 Agustus 2025, DPR berusia 80 tahun. Perjalanan panjang ini bermula dari lembaga yang dulu bernama KNIP, hingga berkembang menjadi DPR seperti sekarang.
Sejarah parlemen di Indonesia sesungguhnya sudah dimulai sejak era kolonial Belanda. Pada 18 Mei 1918, Gubernur Jenderal Graaf van Limburg Stirum membentuk Volksraad atau Dewan Rakyat sebagai amanat dari konstitusi Indische Staatsregeling. Volksraad beranggotakan 38 orang, dengan 20 di antaranya berasal dari golongan bumiputra.
Pada tahun 1935, tokoh-tokoh nasionalis seperti Mohammad Husni Thamrin memanfaatkan Volksraad sebagai sarana memperjuangkan cita-cita kemerdekaan melalui jalur parlemen. Salah satunya lewat Petisi Sutardjo yang meminta Belanda membicarakan masa depan Indonesia. Namun usulan itu ditolak.
Ketika Jepang datang pada 1942 dan Belanda menyerah, keberadaan Volksraad otomatis berakhir. Sehari setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada 29 Agustus 1945.
KNIP yang beranggotakan 137 orang inilah cikal bakal DPR. KNIP kemudian berubah menjadi DPR dan Senat Republik Indonesia Serikat (RIS), lalu Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) tahun 1950, hingga pada 1956 resmi dikenal sebagai DPR.
Namun perjalanan DPR tidak selalu stabil. Presiden Sukarno melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 membubarkan DPR hasil Pemilu 1955. Dekrit ini juga memutuskan kembali berlakunya UUD 1945, menghapus UUD Sementara 1950, serta membentuk MPRS dan DPAS.
Setelah itu, Sukarno membentuk DPR Gotong Royong (DPR-GR) dengan anggota yang seluruhnya ditunjuk langsung oleh presiden.
Sejarah hampir berulang pada era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pada 23 Juli 2001, beberapa jam sebelum dirinya dilengserkan oleh MPR, Gus Dur sempat mengeluarkan Dekrit Presiden yang berisi pembubaran MPR/DPR, percepatan pemilu dalam setahun, serta pembekuan Partai Golkar. Namun, dekrit itu tidak sempat terlaksana karena Gus Dur keburu dilengserkan.
Delapan dekade perjalanan DPR penuh dengan dinamika, dari masa kolonial, era Sukarno, hingga reformasi. Riwayat ini menunjukkan bahwa lembaga legislatif tidak hanya menjadi bagian dari sistem politik, tetapi juga saksi sejarah perjalanan bangsa Indonesia.***
Penulis : Mazdon
Editor : Amin Bashiri