Dulu Bernama KNIP, DPR Sempat Dibubarkan Presiden Soekarno dan Gus Dur

Minggu, 31 Agustus 2025 - 11:03 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Demo Gedung DPR RI 19 Mei 1998. Potret kritik sejumlah ormas terhadap kinerja legislatif (Istimewa)

i

Demo Gedung DPR RI 19 Mei 1998. Potret kritik sejumlah ormas terhadap kinerja legislatif (Istimewa)


Lahir sebagai KNIP, DPR RI yang kini tengah menginjak usianya yang ke-80, ternyata pernah dibubarkan Sukarno dan nyaris dilenyapkan Gus Dur. Bagaimana kisah dramatis di balik sejarah 8 dekade DPR?


SEJARAH, ESTORIA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi salah satu pilar penting dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Namun, perjalanan panjang lembaga legislatif ini tak selalu mulus.

Dalam sejarahnya, DPR bahkan pernah dibubarkan oleh Presiden pertama Indonesia, Sukarno, dan hampir dibubarkan oleh Presiden ke-4, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Sebagaimana diketahui, legislatif adalah salah satu komponen utama dalam sistem Trias Politica, yakni pembagian kekuasaan menjadi tiga cabang pemerintahan untuk mencegah terpusatnya kekuasaan pada satu pihak.

Di Indonesia, fungsi legislatif dijalankan oleh DPR yang memiliki tiga peran utama: budgeting (anggaran), pengawasan, dan legislasi.

Tepat pada Jumat, 29 Agustus 2025, DPR berusia 80 tahun. Perjalanan panjang ini bermula dari lembaga yang dulu bernama KNIP, hingga berkembang menjadi DPR seperti sekarang.

Sejarah parlemen di Indonesia sesungguhnya sudah dimulai sejak era kolonial Belanda. Pada 18 Mei 1918, Gubernur Jenderal Graaf van Limburg Stirum membentuk Volksraad atau Dewan Rakyat sebagai amanat dari konstitusi Indische Staatsregeling. Volksraad beranggotakan 38 orang, dengan 20 di antaranya berasal dari golongan bumiputra.

Pada tahun 1935, tokoh-tokoh nasionalis seperti Mohammad Husni Thamrin memanfaatkan Volksraad sebagai sarana memperjuangkan cita-cita kemerdekaan melalui jalur parlemen. Salah satunya lewat Petisi Sutardjo yang meminta Belanda membicarakan masa depan Indonesia. Namun usulan itu ditolak.

Ketika Jepang datang pada 1942 dan Belanda menyerah, keberadaan Volksraad otomatis berakhir. Sehari setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada 29 Agustus 1945.

KNIP yang beranggotakan 137 orang inilah cikal bakal DPR. KNIP kemudian berubah menjadi DPR dan Senat Republik Indonesia Serikat (RIS), lalu Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) tahun 1950, hingga pada 1956 resmi dikenal sebagai DPR.

Namun perjalanan DPR tidak selalu stabil. Presiden Sukarno melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 membubarkan DPR hasil Pemilu 1955. Dekrit ini juga memutuskan kembali berlakunya UUD 1945, menghapus UUD Sementara 1950, serta membentuk MPRS dan DPAS.

Setelah itu, Sukarno membentuk DPR Gotong Royong (DPR-GR) dengan anggota yang seluruhnya ditunjuk langsung oleh presiden.

Sejarah hampir berulang pada era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pada 23 Juli 2001, beberapa jam sebelum dirinya dilengserkan oleh MPR, Gus Dur sempat mengeluarkan Dekrit Presiden yang berisi pembubaran MPR/DPR, percepatan pemilu dalam setahun, serta pembekuan Partai Golkar. Namun, dekrit itu tidak sempat terlaksana karena Gus Dur keburu dilengserkan.

Delapan dekade perjalanan DPR penuh dengan dinamika, dari masa kolonial, era Sukarno, hingga reformasi. Riwayat ini menunjukkan bahwa lembaga legislatif tidak hanya menjadi bagian dari sistem politik, tetapi juga saksi sejarah perjalanan bangsa Indonesia.***

Facebook Comments Box

Penulis : Mazdon

Editor : Amin Bashiri

Follow WhatsApp Channel estoria.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Rahasia Sukses Lei Jun: Visi, Risiko, dan Filosofi di Balik Lahirnya Xiaomi
Jejak Salsa Erwina Hutagalung, Sosok Diaspora yang Menyebrang Batas Negara
Ferry Irwandi: “Hanya Dua yang Saya Tidak Takuti di Dunia Ini, Mati dan Dipenjara”
Abd Rahman, Legislator Kota Keris yang Dijuluki Warga sebagai “Sang Perintis bukan Pewaris”
Profil Silvy Kumalasari, Ratu Sinden Inspiratif dari Tulungagung
Restoria Estoria: Menghidupkan Kembali Kisah
Kisah Abdul Rohim, Pedagang Starling Asal Kendal, dari Malaysia hingga ke Taman Adipura
Mengenal William Tanuwijaya, Anak Siantar yang Menyalakan Mesin Niaga Digital Nusantara
Berita ini 7 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 30 Oktober 2025 - 11:49 WIB

Rahasia Sukses Lei Jun: Visi, Risiko, dan Filosofi di Balik Lahirnya Xiaomi

Kamis, 30 Oktober 2025 - 09:08 WIB

Jejak Salsa Erwina Hutagalung, Sosok Diaspora yang Menyebrang Batas Negara

Rabu, 29 Oktober 2025 - 15:24 WIB

Ferry Irwandi: “Hanya Dua yang Saya Tidak Takuti di Dunia Ini, Mati dan Dipenjara”

Rabu, 29 Oktober 2025 - 05:28 WIB

Abd Rahman, Legislator Kota Keris yang Dijuluki Warga sebagai “Sang Perintis bukan Pewaris”

Senin, 6 Oktober 2025 - 09:34 WIB

Profil Silvy Kumalasari, Ratu Sinden Inspiratif dari Tulungagung

Berita Terbaru