PROFIL, ESTORIA – Pada Selasa malam 2 September 2025, Ferry Irwandi tampil di program debat “Rakyat Bersuara” yang dipandu Aiman Witjaksono.
Di sinilah ia mengejutkan publik saat menyatakan, “Mas Aiman, saya banyak ketakutan di dunia ini, tapi dua hal yang saya tidak takuti, mati dan dipenjara,” ucapnya di layar publik, sebagaimana banyak dilansir media.
Ungkapan itu sontak viral di media sosial . Banyak warganet penasaran dengan sosok Ferry Irwandi dan latar belakangnya.
Salah seorang followernya, M. Hendra Efendi, jurnalis lepas asal Kebunan, Sumenep, Jawa Timur yang sudah mengikuti perjalanannya sejak awal, memuji, sikap Ferry tersebut.
Menurutnya, pernyataan berani itu mencerminkan konsistensi dan semangat sang influencer Ferry yang tak kenal kompromi.
“Itu sih sedikit track record dari Ferry Irwandi yang kemarin saya juga sempat mengikuti beliau…,” kata Hendra kepada estoria.id, menyoroti jejak karier Ferry Irwandi yang unik dan penuh tantangan, Rabu (29/10).
Latar Pandangan Hendra
M Hendra Efendi dikenal sebagai jurnalis lepas yang kerap meliput perkembangan konten kreator dan aktivis muda.
Menurut pengamatannya, perjalanan Ferry Irwandi memang tak biasa. “Lulusan STAN itu sempat mengabdi hampir sepuluh tahun sebagai pegawai negeri sipil Kementerian Keuangan, sebelum akhirnya mengundurkan diri pada November 2022 dan fokus menjadi pembuat konten penuh waktu,” tuturnya.
Dari situlah, pria kelahiran 1 September 1995 ini melihat transformasi Ferry yang cukup aktif menyebarkan konten edukatif dan kritik sosial lewat kanal digitalnya.
Hendra menyebutkan, betapa Ferry perlahan membangun kredibilitasnya. Misalnya, melalui wawancara podcast populer, ia mampu bergabung dengan tokoh-tokoh lain hingga meluncurkan Malaka Project tahun 2023 lalu.
“Perubahan ini menunjukkan sikap kritis Ferry yang tidak lagi terikat oleh birokrasi,” lanjut Hendra, sambil mencatat nama Ferry kini erat dikaitkan dengan pendidikan alternatif dan gerakan reformasi generasi muda.
Latar Pribadi dan Pendidikan Ferry Irwandi
Ferry Irwandi lahir di Kota Jambi pada 16 Desember 1991 dari keluarga berdarah Minangkabau.
Ayahnya, Irwandi, adalah dosen hukum tata negara di Universitas Jambi, sementara ibunya bekerja sebagai karyawan swasta.
Sejak SMP Ferry memang punya minat seni (teater dan film), namun ia memilih jalur akademis.
Ia menyelesaikan pendidikan tinggi di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), kemudian meraih gelar magister di Central Queensland University, Australia.
Pengetahuan akuntansi dan keuangan pun dilengkapi dengan minatnya pada filsafat dan media; saat kuliah ia aktif di klub film “SCENE”.
Pada tahun 2015, ia menikah dengan Muthia Nadhira dan dikaruniai dua anak. Kombinasi latar belakang itulah yang menurut Hendra, memberi Ferry pendekatan unik.
“Lulusan STAN yang paham fisipol, dan suami yang tahu tanggung jawab keluarga,” kesan Hendra, menggambarkan sosok Ferry dalam keseharian.
Karier dan Transformasi Menjadi Influencer dan Aktivis Digital
Karier Ferry Irwandi berubah drastis setelah bergabung dengan dunia kreator konten. Meski berlatar belakang birokrasi, ia sering muncul dengan tampilan santai di layar. Seperti dalam foto wawancara di atas, itu karena ia ingin terkesan akrab dengan audiens.
Pada 2023 Ferry bersama beberapa selebritas internet (misalnya Jerome Polin, Coki Pardede, Cania Citta) resmi meluncurkan Malaka Project, sebuah inisiatif pendidikan digital untuk mendukung visi Indonesia Emas 2045.
Sebagai CEO Malaka Project, ia menempatkan organisasi ini sebagai wadah kolaborasi pendidikan dan diskusi kritis.
Melalui akun @malakaproject.id, Ferry dan timnya menjalin kerja sama dengan kampus-kampus, mengadakan monolog, talkshow, game interaktif, serta pertunjukan seni dan komedi.
Malaka juga mengelola kanal YouTube yang menampilkan podcast bersama narasumber berpengaruh (dr. Tirta, Felix Siauw, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama, Tom Lembong, dan lain-lain).
Langkah ini menegaskan visi Ferry: membentuk generasi muda yang kritis dan berpikiran bebas, dengan jalan pendidikan nonformal ketimbang “jebakan” birokrasi.
Gerakan 17+8, Tragedi 28 Agustus 2025, dan Perannya dalam Aksi Massa
Akhir Agustus 2025 menandai puncak protes rakyat terhadap pemerintahan. Pada malam 28 Agustus, demonstrasi mahasiswa dan buruh meledak menjadi kerusuhan besar setelah seorang pengemudi ojek online bernama Affan Kurniawan tewas ditabrak kendaraan taktis polisi.
Peristiwa tragis itu memicu kemarahan luas: pengemudi ojek daring lainnya bergabung, tuntutan disuarakan di berbagai wilayah.
Di media sosial kemudian ramai gerakan “17+8 Tuntutan Rakyat”, rangkaian tuntutan konkret kepada penguasa. Ferry Irwandi ikut mengampanyekan gerakan ini.
Menurut unggahannya, “17+8 Tuntutan Rakyat adalah rangkuman dari berbagai macam tuntutan dan desakan rakyat, mulai dari tuntutan demo buruh 28 Agustus 2025 hingga desakan 211 organisasi masyarakat sipil”.
Ia mendorong agar pemerintah memenuhi tuntutan tersebut. Misalnya, di antara tujuh belas tuntutan utama itu tercantum seruan “tarik TNI dari pengamanan sipil dan pastikan tidak ada kriminalisasi demonstran” dan “bekukan kenaikan tunjangan anggota DPR”.
Selain itu, rakyat menuntut TNI segera kembali ke barak serta upah layak bagi seluruh pekerja (termasuk ojek online). Ferry kerap menjelaskan tuntutan-tuntutan ini secara edukatif di kanalnya dan dalam diskusi publik.
Ferry juga menggarisbawahi dampak kerusuhan yang, hingga awal September, diperkirakan sudah ada sembilan orang meninggal dunia dalam bentrokan tersebut.
“Itu bukan sekadar angka, itu nyawa manusia. Ada luka yang tidak akan pernah hilang bagi keluarga mereka,” kata Ferry dalam suatu sesi wawancara.
Posisinya dalam gerakan massa semakin mencuat karena ia berani mengungkap fakta lewat data dan analisis digital. Sebuah pendekatan yang jarang dilakukan tokoh lain.
Ancaman dan Tekanan Buzzer Digital
Menjadi sosok vokal sering kali membuat Ferry Irwandi menjadi target. Setelah ia mengklaim berhasil membongkar “jaringan provokator” dan menggagalkan isu darurat militer dalam kerusuhan akhir Agustus 2025, akun-akun anonim pendukung kekuasaan melakukan teror digital kepadanya.
Pada pagi hari berikutnya, nomor ponsel pribadi dan nomor keluarga dekat Ferry disebarkan massif di media sosial.
Ia sendiri menulis bahwa ini adalah tindakan akun-akun provokator yang merasa keberhasilannya digagalkan.
Namun demikian, Ferry tetap tenang. Di akun Instagram-nya, ia menjelaskan bahwa ancaman tersebut justru mempertegas keyakinannya berada di jalan yang benar.
“Ini sama sekali tidak membuat saya takut atau khawatir, justru sebaliknya, semakin mempertegas bahwa kita berada di jalur yang benar,” tegasnya.
Ia pun mengajak masyarakat untuk tetap tenang dan waspada terhadap narasi pemecah-belah. Sebagaimana ia ucapkan, “kepala harus dingin, dan tinju kita ke atas bukan ke samping” saat menghadapi lawan argumentasi.
Tekad Ferry tidak tergoyahkan, meski banyak ancaman, ia konsisten menyuarakan kebenaran dan mengingatkan warga agar berjuang bersama secara terorganisir.
Gagasan Besar Ferry: Stoikisme, Tan Malaka, dan Semangat Revolusi
Konten Ferry Irwandi kerap dibangun atas dasar pemikiran besar. Sejak 2017, ia mengaku menganut Stoikisme, filosofi Yunani yang mengajarkan ketenangan batin, kemandirian berpikir, dan keteguhan menghadapi rintangan.
Prinsip stoik itu tercermin dalam sikapnya yang tak terpengaruh godaan kekuasaan dan dalam konten-konten reflektifnya.
Di sisi lain, nama Malaka Project dan banyak kontennya berkaitan erat dengan Tan Malaka, pahlawan dan pemikir revolusioner.
Ferry sering mengutip pemikiran Tan Malaka sebagai motivasi; misalnya ia pernah memposting kutipan Tan Malaka:
“Bila kaum muda terpelajar merasa dirinya terlalu tinggi untuk berbaur dengan masyarakat, maka lebih baik pendidikan itu tidak pernah ada.”
Menurut Ferry, Tan Malaka adalah figur intelektual organik yang bersatu dengan rakyat, seorang yang tidak hanya berpidato tapi juga hidup dalam perjuangan yang diyakininya.
Konsep inilah yang diinternalisasi Ferry dalam gerakannya. Istilah-istilah seperti “Pasukan Revolusi” dan “Beasiswa Revolusi” bahkan digunakan dalam kampanye Malaka Project untuk membangkitkan semangat perubahan di kalangan pemuda.
Dalam tiap pemaparannya, ia menyiratkan bahwa gerakan ini adalah revolusi ideologi yang damai: menyusup dalam jalur pendidikan dan kritik sosial tanpa perlu kekerasan, meneladani semangat Tan Malaka dan nilai-nilai stoik yang ia anut.
Profil Singkat Ferry Irwandi
Singkatnya, Ferry Irwandi tampil sebagai ikon muda yang berani dan tak kompromi. Dari seorang pegawai negeri yang nyaman, ia bertransformasi menjadi figur publik Gen Z yang vokal menyuarakan ketidakadilan.
Keberaniannya beradu argumentasi di televisi nasional dan bersikap terbuka soal risiko (penjara atau kematian) menunjukkan konsistensi filosofi yang ia anut.
Ia bahkan menegaskan bersedia menghadapi proses hukum dengan kepala tegak: “Saya menegaskan siap menghadapi proses hukum… ide tidak bisa dibungkam oleh penjara,” ujarnya.
Secara keseluruhan, Ferry dipandang sebagai sosok yang gigih memperjuangkan kebebasan sipil dan pendidikan kritis.
Dengan latar belakang akademis dan keluarga pendidik, komitmennya menginspirasi pemuda lainnya.
Seperti kata Hendra Efendi, profil Ferry Irwandi adalah kombinasi “idealisme muda dan keberanian yang jarang ditemui,” menempatkannya sebagai simbol perjuangan demokrasi generasi Z yang tidak takut menantang status quo.
Sumber: Informasi dalam narasi ini diperoleh dari berbagai sumber berita dan profil terpercaya. (Wawancara dan pengamatan M Hendra Efendi disesuaikan dengan kutipan yang disebut dalam teks)
Penulis : Redaski






