JAKARTA, ESTORIA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa lima saksi penting dalam perkara dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pemeriksaan lanjutan ini dilakukan setelah lembaga antirasuah itu menetapkan dua anggota DPR RI dari Partai NasDem dan Partai Gerindra sebagai tersangka. Pemeriksaan berlangsung hingga Kamis (13/11) malam di Gedung Merah Putih KPK.
Kelima saksi yang hadir yaitu Melissa B. Darban, Martono (mantan Tenaga Ahli Anggota DPR Heri Gunawan), Helen Manik (Tenaga Ahli Heri Gunawan), Syarifah Husna (mahasiswa), Widya Rahayu Arini Putri (dokter), dan Syifa Rizka Violin (mahasiswa).
Para saksi ini dipanggil untuk memperkuat konstruksi penyidikan terhadap dua tersangka utama, yakni Satori (NasDem) dan Heri Gunawan (Gerindra).
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa fokus pemeriksaan adalah mengusut dugaan aliran dana dan korelasi para saksi dengan aset para tersangka. “Penelusuran aset,” kata Budi, sebagaimana dilansir CNN Indonesia, Jumat (14/11).
Ia menambahkan, “Penyidik sedang memperdalam rangkaian transaksi, korelasi para saksi dengan tersangka, serta menelusuri aset-aset yang kami duga kuat berasal dari tindak pidana korupsi tersebut,” imbuhnya.
Salah satu saksi, Melissa B. Darban, tampak keluar dari Gedung KPK sekitar pukul 19.56 WIB tanpa memberi respons terhadap pertanyaan awak media terkait materi pemeriksaan maupun hubungannya dengan tersangka.
KPK Sita 15 Mobil Milik Satori
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan penyitaan terhadap 15 unit mobil milik anggota DPR RI Fraksi NasDem, Satori, yang disimpan di wilayah Cirebon.
Langkah penyidik ini dilakukan sebagai bagian dari penguatan bukti dugaan korupsi terkait penyaluran dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) dan kegiatan Penyuluh Jasa Keuangan (PJK) OJK tahun 2020–2023.
“Bahwa sejak hari kemarin dan hari ini, penyidik telah melakukan penyitaan terhadap 15 kendaraan roda empat berbagai jenis milik Sdr S (Satori). Penyitaan dilakukan di beberapa lokasi, sebagian dari showroom yang telah dipindahkan ke tempat lain,” kata Budi Prasetyo dalam keterangan tertulis, Selasa (2/9).
“Penyidik masih akan terus menelusuri aset-aset lain yang diduga terkait atau merupakan hasil dari dugaan tindak pidana korupsi ini yang tentunya dibutuhkan dalam proses pembuktian maupun langkah awal untuk optimalisasi asset recovery,” tambahnya.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa perkara ini bermula dari Laporan Hasil Analisis PPATK (LHA PPATK) yang kemudian diperkuat dengan laporan masyarakat. Dari temuan awal tersebut, penyidik mulai memeriksa sejumlah pihak terkait.
Saksi-saksi yang telah diperiksa termasuk Satori dan Heri Gunawan, Kepala Departemen Keuangan BI Pribadi Santoso, serta Kepala Grup Relasi Lembaga Publik dan Pengelolaan Program Sosial Nita Ariesta Moelgeni.
Selain itu, penyidik juga memeriksa Shohibul Ilmi alias Encip (sopir), Silmi Ahda Fauziyah (Teller Bank BJB Cabang Sumber Cirebon), Mohammad Fahmi Heryanda (Junior Relationship Officer Consumer Bank BJB Cabang Sumber Cirebon), dan Sahruldin (karyawan swasta).
Hal mengejutkan muncul saat Asep mengungkapkan bahwa Satori memberikan keterangan mencengangkan.
“Bahwa menurut pengakuan ST, sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga menerima dana bantuan sosial tersebut. KPK akan mendalami keterangan ST tersebut,” ucap Asep di kantornya, Kamis (7/8).
Modus Penyimpangan dan Aliran Dana CSR BI–OJK
Dalam konstruksi sementara penyidikan, penyimpangan dana dilakukan dengan memanfaatkan program CSR BI melalui PSBI dan program CSR OJK melalui Penyuluhan Keuangan.
Satori diduga menerima Rp12,52 miliar, sedangkan Heri Gunawan menerima Rp15,86 miliar. Dana itu kemudian dialirkan melalui metode penyamaran, mulai dari deposito hingga pembelian beragam aset.
Satori disebut menggunakan dana tersebut untuk deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, hingga pembelian kendaraan roda dua.
Ia juga diduga meminta bank daerah menyamarkan aktivitas penempatan dan pencairan deposito agar tidak terdeteksi di rekening koran.
Adapun Heri Gunawan diduga mengalirkan dana melalui yayasan yang dikelolanya, sebelum kemudian memindahkannya ke rekening pribadi.
Ia bahkan disebut meminta staf khusus membuka rekening baru untuk menampung dana secara setor tunai. Dana itu kemudian digunakan untuk pembangunan rumah makan, pengelolaan usaha minuman, pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian mobil.
Jeratan Pasal
Atas dugaan korupsi dan pencucian uang tersebut, kedua tersangka dijerat:
- Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. - UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK menyatakan bahwa pemeriksaan saksi-saksi, penyitaan aset, serta pengembangan aliran dana akan terus dilakukan untuk menuntaskan perkara korupsi yang menyeret banyak pihak ini.






